“Yaa Rasulullah apakah termasuk ‘ashabiyah, seorang laki-laki yang mencintai kaumnya? Nabi saw menjawab, “Tidak. Tetapi, termasuk ‘ashabiyah adalah seorang laki-laki menolong kaumnya dalam kedzaliman”.[HR. Imam An Nasaaiy]
Hadist di atas di era saat ini terasa begitu menohok bagi bangsa Indonesia, mengapa? Karena kini muncul fenomena dimana banyak sekali warga masyarakat yang secara sadar atau tidak, begitu fanatik terhadap kelompok atau golongannya sehingga membabi buta mencari pembenaran terhadap orang-orang dari kelompoknya yang berbuat salah dan kedholiman.
Padahal dalam Al Qur’an Alloh SWT telah memberi perintah yang jelas dalam surat Al Maidah ayat 2 agar kita tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan kebatilan/kedholiman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Dalam ranah politik saat ini fenomena ini begitu tampak nyata menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari melalui media. Para politisi dan pendukungnya saling berebut klaim kebenaran menurut versinya masing-masing meskipun hal tersebut jelas-jelas salah bahkan melanggar hukum. Ada saja alasan pembenar yang dicari untuk meligitimasi perbuatan oknum-oknum tertentu dalam kelompoknya.
Itulah ‘ashabiyah (‘ashobiyah), suatu sikap pengingkaran terhadap kebenaran dan membela membabi buta kebatilan/kedholiman hanya karena persamaan golongan, faham/aliran atau bahkan hanya sebuah kepentingan. Dalam Islam, ‘ashabiyah sangat dilarang karena berbahaya bagi kehidupan sosial yang harmonis, merusak ukhuwah dan bahkan bisa sampai mendorong pada pertumpahan darah.
‘Ashabiyah bisa juga muncul karena kesombongan, merasa kaumnya berjumlah banyak, merasa benar sendiri dan anti kritik. Tentu ini sangat membahayakan dalam kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, beraneka ragam suku bangsa dan agama sehingga ‘ashabiyah sangat rawan terjadi.
Rosululloh SAW tentu sangat melarang ‘ashabiyah dalam konteks pembelaan terhadap kedholiman. Bagaimana tidak melarang, karena Islam sendiri agama yang sangat mengutamakan kebenaran dan keadilan. Maka kalau hanya karena ikatan kekeluargaan, kesukuan, golongan kemudian mengorbankan kebenaran dan keadilan itu menjadi dosa yang merusak.
Dalam sebuah hadist yang cukup panjang, Rosululloh SAW memberi contoh komitmen Beliau untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu :
“Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa melobi rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid yang dicintai oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Maka Usamah pun berkata (melobi) rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).
Jelas sekali komitmen keadilan Rosululloh SAW, menjunjung tinggi keadilan dan sangat jauh dari sikap ashobiyah yang dapat membahayakan kehidupan sosial masyarakat.
Ciri-ciri ashabiyah
- Jika dinasihati dan dikritik sulit menerima, lebih-lebih nasihat dan kritikan yang menentang pendapat kelompoknya.
- Jika ada kekeliruan dalam kelompoknya anggotanya membela mati-matian tanpa berdalil. Intinya, kelompoknya tidak boleh disalahkan karena “pasti benar”.
- Jika berdakwah yang ditekankan adalah ikuti kelompoknya, bukan ikuti Al-Qur’an dan Hadits, bukan dakwah ilallah yang diarahkan, bukan dakwah pada tauhid dan ikuti tuntunan Nabi.
- Jika diperintah bersatu enggan karena lebih mementingkan golongannya sendiri.
- Jika ada anggota yang keluar dari pendapat kelompoknya dianggap telah menyimpang dan membelot.
Dimikian sikap ashobiyah semoga kita bisa menjauhinya dalam kehidupan sehari-hari.