Oleh : Sapari.
Tanggal 18 November 2018 tepat 106 tahun didirikannya Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta dalam versi penanggalan Masehi. Suatu rentang waktu yang cukup panjang bagi perjalanan sebuah organisasi kemasyarakatan. Usia yang bagi manusia sendiri, tentu masuk usia senja dengan segala kelemahannya.
Bagi Muhammadiyah milad ke-106 ini justru kebalikannya, makin meneguhkan eksistensi dan kekuatan organisasi. Selama 106 tahun Muhammadiyah sudah mengukuhkan narasi kemandirian dalam gerak langkahnya sehingga mengundang keheranan banyak pihak.
Salah satunya rasa heran yang diungkapkan Presiden Jokowi saat peletakan batu pertama pembangunan museum Muhammadiyah di kompleks kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Sabtu (22/7/2017). Saat itu Jokowi heran melihat pembangunan kampus 4 UAD yang menghabiskan dana 300 milyar, sampai bertanya kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir. Muhammadiyah dapat dari mana uang sebanyak itu. (www.sangpencerah.id)
Pertanyaan ini sebenarnya mewakili pertanyaan banyak orang di negeri ini, yang sama-sama heran dengan capaian yang telah diraih Muhammadiyah saat ini. Banyak dari mereka mengungkapkan keheranan dan ketakjuban, tapi sedikit yang mencoba memahami, menyelami spirit apa dibalik semua itu.
Fase Awal Kemandirian
Dalam menjalankan organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri memberi contoh nyata dengan menginfaqkan harta bendanya sendiri untuk mendukung dakwah Muhammadiyah. Satu kisah yang terkenal adalah saat KH. Ahmad Dahlan akan melelang seluruh harta benda yang dia miliki dirumah untuk membiayai operasional organisasi dengan mengumpulkan warga kampung Kauman.
Di hadapan warga, KH. Ahmad Dahlan menyampaikan bahwa dia akan melelang harta benda yang dipunyai karena kas Muhammadiyah kosong, sementara dibutuhkan dana untuk menggaji para guru dan karyawan sekolah Muhammadiyah. Segera warga Kauman berebut membeli barang-barang tersebut, namun begitu selesai semua barang ditinggal begitu saja tidak dibawa. KH. Ahmad Dahlan yang heran bertanya kepada warga Kauman, mengapa barang-barang tidak dibawa? Dijawab oleh warga, bahwa barang-barang itu mereka kembalikan kepada KH. Ahmad Dahlan sementara dana yang terkumpul untuk kas Muhammadiyah. (www.muhammadiyah.or.id)
Inilah narasi kemandirian yang terkenal dari warga Muhammadiyah generasi awal yang mengambil contoh dari sikap KH. Ahmad Dahlan sendiri yang tidak segan-segan mengorbankan harta bendanya untuk berdakwah mensyiarkan agama Islam. Semangat mengorbankan harta benda yang dimiliki inilah yang kemudian ditiru oleh warga sehingga menjadi nafas dalam gerak organisasi.
Spirit yang Susah Dimengerti
Dalam perjalanannya, semangat kemandirian warga Muhammadiyah untuk menginfaqkan harta benda yang dimiliki dalam mengembangkan dakwah Muhammadiyah mampu menghasilkan ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di berbagai bidang di seluruh penjuru tanah air. Data tanpa tanggal dan tahun tentang jumlah AUM yang bisa di akses di muhammadiyah.or.id menunjukkan sebagai berikut :
No | Jenis Amal Usaha | Jumlah |
1 | TK/TPQ | 4.623 |
2 | Sekolah Dasar (SD)/MI | 2.252 |
3 | Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs | 1.111 |
4 | Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA | 1.291 |
5 | Pondok Pesantren | 67 |
6 | Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah | 171 |
7 | Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll | 2.119 |
8 | Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. | 318 |
9 | Panti jompo | 54 |
10 | Rehabilitasi Cacat | 82 |
11 | Sekolah Luar Biasa (SLB) | 71 |
12 | Masjid | 6.118 |
13 | Musholla | 5.080 |
14 | Tanah | 20.945.504 M² |
Data di atas tentu bukan data mati, masih terus berubah seiring dinamika perkembangan persyarikatan dan kecenderungannya jumlah AUM yang ada terus meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan AUM serta asset sejumlah itu, bisa dikatakan Muhammadiyah adalah lembaga swadaya masyarakt (NGO) terbesar dan terkaya di dunia ini. Suatu realita yang sulit dibantah oleh banyak pihak.
Yang unik, AUM sebanyak itu dalam pendiriannya bertumpu dari semangat berkorban dan gotong royong warga Muhammadiyah di tingkat bawah, sehingga pola pertumbuhannya adalah bottom up, berawal dari akar rumput Muhammadiyah. Dengan kata lain, warga Muhammadiyah terbiasa mandiri dalam mendirikan AUM tanpa bantuan struktur di atasnya apalagi pihak lain.
Inilah spirit kemandirian yang susah dimengerti oleh banyak pihak saat tahu tentang Muhammadiyah. Bagaimana bisa orang dengan keikhlasan memberikan harta bendanya yang tak jarang nilainya fantastis, diberikan begitu saja tanpa imbalan apapun untuk mendirikan lembaga non profit yang belum jelas juga nantinya akan berkembang dengan baik atau tidak.
Kemandirian Muhammadiyah Spirit Dari Al Qur’an
Saat mendirikan dan menjalankan organisasi Muhammadiyah, tak banyak dimengerti oleh masyarakat bahwa spirit yang dilaksanakan KH. Ahmad Dahlan adalah spirit dari Al Qur’an. Masyarakat saat itu yang masih menganut faham secara tradisional menyikapi dakwah KH. Ahmad Dahlan secara reaktif antipati. Yang dilihat adalah bahwa langkah KH. Ahmad Dahlan berbeda dan bertentangan dengan tradisi yang mereka lakukan selama turun-temurun. Inilah yang menjadi fokus dan menyita energi para penentangnya sehingga mengaburkan fakta bahwa KH.Ahmad Dahlan mencoba mengaktualisasikan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh paling sering disampaikan dalam pembelajaran Kemuhammadiyahan adalah KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah karena pemahaman dan penghayatannya terhadap kandungan ayat Al Qur’an surat Ali Imron ayat 104.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
“Segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar” ini diterjemahkan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan membentuk organisasi Muhammadiyah. Ijtihad KH. Ahmad Dahlan ini juga dilatarbelakangi kondisi sosial umat Islam saat itu yang lemah persatuan, miskin, terjajah dan terbelakang. Maka menyatukan umat dalam sebuah organisasi dipilih menjadi satu ikhtiar untuk mengatasi semua kondisi tersebut.
Itulah salah satu contoh nyata upaya KH. Ahmad Dahlan dalam mengaktualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga lebih aplikatif bagi umat meskipun dalam kenyataannya disalahpahami oleh para penentangnya.
Mau diakui atau tidak, memang aktualisasi ajaran Islam di masyarakat dari dulu bahkan hingga sekarang adalah realitas yang problematis. Ajaran Islamnya apa, yang dilaksanakan masyarakat apa. Contoh perintah untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim piatu, perintah itu jelas dalam Al Qur’an surat Al Ma’uun, namun dalam fakta pada masanya KH. Ahmad Dahlan, umat Islam belum punya konsep dan langkah nyata dalam melaksanakan ajaran ini.
Kemudian KH. Ahmad Dahlan melakukan inovasi berdasarkan pemahaman dan penghayatan dari Surat Al Ma’uun dengan mengajak para muridnya untuk menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim di sekitar Kampung Kauman Yogyakarta kala itu. Para saudagar dan orang kaya dilibatkan secara partisipatif untuk mendukung gerakan ini dengan menjadi donatur. Inilah inovasi baru yang dirintis KH. Ahmad Dahlan, berlandaskan semangat pelaksanaan ajaran Islam.
Dari langkah KH. Ahmad Dahlan tersebut selanjutnya menjadi suatu tradisi di Muhammadiyah yaitu saat mendirikan amal usaha warga Muhammadiyah secara mandiri bergotong-royong dalam menghimpun dana. Ini bisa dilaksanakan karena semangat yang terpupuk di warga Muhammadiyah adalah semangat untuk mengorbankan, menginfakkan hartanya di jalan Alloh SWT sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Ali Imron 92 :
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Karena didasari oleh keyakinan dari ajaran Al Qur’an maka semangat berinfaq ini begitu mudah mendapat sambutan warga Muhammadiyah. Didukung tidak adanya tradisi keagamaan yang dijalankan di Muhammadiyah, semangat berinfaq ini mewujud dalam amal-amal untuk aktifitas produktif seperti mendirikan sekolah, panti asuhan, klinik/rumah sakit dan sebagainya seperti tertera dalam daftar AUM di atas.
Jadilah dimana-mana di seantero wilayah Indonesia dimana ada sekelompok warga Muhammadiyah disitu, maka bisa dipastikan ada amal usaha yang didirikan secara mandiri dan gotong royong oleh mereka. Semangat kemandirian mendirikan AUM dilandasi spirit dari Al Qur’an yang dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan benar-benar dilanjutkan oleh seluruh komponen Muhammadiyah hingga kini.
Maka pencapaian Muhammadiyah di Miladnya yang ke-106 ini tidak lepas dari spirit pelaksanaan ajaran Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh jajaran pimpinan dan warga Muhammadiyah pada umumnya. Suatu semangat yang terbukti menjadi sumbangsih nyata dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
Referensi :
- Muhammadiyah.or.id (http://www.muhammadiyah.or.id/en/content-8-det-amal-usaha.html)
- Sangpencerah.id (http://sangpencerah.id/2017/07/jokowi-heran-muhammadiyah-dapat-uang-300-miliar-dari-mana/)