Suryagemilangnews.com, Saya (Thontowi Jauhari – 081229764464) mencoba membuat semacam “laporan” atau testimoni menjalani menjadi pasien Isoman Covid, barangkali bermanfaat bagi pembaca, bagi pasien yang sedang Isoman, atau bagi masyarakat sebagai pengetahuan.
1. Hari pertama (24/6), terasa ada perasaan yang berbeda dalam tubuh. Diawali ada sedikit radang tenggoroan, hidung sedikit pilek, dan badan terasa akan kena flu. Karena khawatir atau mencurigai sudah terpapar Covid, malam harinya saya telpon teman yang menjadi penyintas atau “alumni” penderita Covid. Tanda-tanda awal itu terasa sama, oleh teman saya diminta test swap antigen, untuk memastikannya.
2. Hari kedua (25/6), perasaan masih sama dengan hari pertama, meski demikian saya masih masuk kerja. Pulang kerja, saya membeli Redaxon (vit C) dan multi vitamin lainnya, untuk menjaga imunitas.
3. Alhamdulillah, hari ketiga (26/6), badan terasa sudah enak dan sehat Kembali. Sebagaimana rencana, sekitar jam 13.00, saya harus mengantarkan anak saya kursus Bahasa Inggris di kampung Inggris Pare, Kediri. Saya nyetir sendiri, lancar di perjalanan, dan badan terasa sehat, hingga sampai lokasi.
4. Hari keempat (27/6), saat nglilir dini hari, di suatu guest house di Kediri badan mulai terasa “aneh” lagi, namun saya mencoba untuk untuk tidak kepikiran. Bangun subuh, sholat ke masjid, dan sepulang dari masjid saya sempatkan “diskusi” dengan pengelola kursus, bicara ngalor ngidul tentang seputar “sejarah” Kampung Inggris Pare.
Sekitar jam 10.00, saya pulang (nyetir lagi), bersama anak wedok yg masih kelas VII SMP. Perasaan badan mriyang kian terasa di perjalanan, namun saya nekad. Anak wedok masih kecil, dan blm bisa menggantikan nyetir. Sekitar jam 12.30, mampir di rest area Ngawi. Makan anget-anget (soto), sholat, dan beli redaxon untuk suplemen.
Sampai Solo, badan terasa kian mriyang. Mampir apotik, beli parasitamol dan suplemen vitamin lainnya. Parasitamol saya minum, dengan harapan panas badan bisa turun, tapi rasanya gak ada pengaruh.
Saya tetap nekad nyetir, dan alhamdulillah sampai rumah sekitar jam 16.00. Mandi air hangat, langsung tidur (meskipun gak bisa bobo). Malam harinya, saya telpun teman “alumni” Covid lagi. Saya sudah menduga kuat positif terpapar. Teman menyarankan, tes swap antigen.
5. Hari ke lima (28/6), badan kian mriyang dan mulai batuk. Sekitar jam 07.00, saya, istri dan anak tes antigen di RS PKU ‘Aisyiyah Boyolali, “alhamdulillah”, kami bertiga positif dan memutuskan untuk Isoman. Oleh RS saya diminta swap PCR, namun saya menolak.
Saya dah yakin positif, apalagi juga sudah mulai anosmia. Oleh dokter Nila, saya diberi resep obat : Bcom C, Oseltamyvir, Azytromycin, Parasitamol, Vit D dan Ambroxol.Tidak terbersit sedikitpun, kami untuk cemas. Perasaan biasa aja. Saya yakin betul akan sembuh dan menang melawan Covid.
6. Hari keenam (29/6), saya membuat “pengumuman” di WA Grup RT, Perumahan dan grup terdekat lainnya. Harapan saya, akan lebih banyak yang mendoakan, dan memberikan dukungan mental.
Dugaan saya benar. Banyak dukungan doa, moral dan mental. Bahkan, hal yang tidak terduga, banyak tetangga, teman, saudara yang mengirimkan berbagai kebutuhan Isoman. Kebutuhan pangan, banyak dipasok tetangga, program Jogo Tonggo Gubernur Ganjar juga bergerak.
7. Hari ketujuh – hari kesembilan (30/6 – 2/7), mungkin menjadi puncak sakit. Demam tinggi hingga 38.7, batuk kering menggigil, badan lemas, sesak nafas, dan sering nafas cepat selama sekitar 1-2 menit, hingga terasa seperti mau gagal nafas.
Perasaan ketika terjadi nafas cepat, apa ini yang disebut awal gagal nafas hingga menyebabkan kematian ?
Dengan amat tenang, saya sadar betul, jika saya tdk mampu mengelola ini, saya bisa gagal nafas. Maka saya berusaha tetap bisa bernafas dan bisa menghirup oksigen lebih banyak saat nafas cepat tersebut.
Setelah nafas cepat, saya cek saturasi oksigen, alhamdulillah selalu 95 keatas. Jika saturasi lebih rendah dari itu, saya dah siap-siap telpon RS dan minta isolasi di RS.
Hari-hari ketujuh hingga kesembilan, memang hari-hari berat. Demam tinggi. Badan sakit semuanya, makan gak ada nafsu. Dan batuknya luar biasa menggigil. Ngomong satu kata, langsung batuk panjang.
Mengirup udara agak dalam, tidak mampu karena langsung batuk. Digunakan sujud, langsung batuk. Karena seringnya batuk menggigil, ulu hati menjadi sakit.
Saya membayangkan, jika sakit covid dengan gejala ringan atau sedang saja seperti ini, bagaimana rasanya jika masuk fase kritis ?
Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, sembuhkan saya, istri dan anak saya dari sakit ini Ya Allah.
8. Hari kesepuluh (3/7), alhamdulillah, ada perasaan mulai mau sembuh. Demam mulai turun, atau sekitar 37.7 Namun gejala lainnya masih sama. Batuk masih sangat menggigil.
Saya coba pelatihan nafas (melihat di youtube). Masih sangat sulit. Tapi tetap dicoba. Melakukan peregangan otot-otot, setelah sekitar 5 hari full bed rest. Senam dikit-dikit. Mulai jalan-jalan di rumah. Yang penting bergerak. Bersih-bersih rumah dsb.
Alhamdulillah, hari ke 11 hingga 14, dari hari ke hari, selalu ada perkembangan badan mulai terasa enak. Panas badan mulai normal. Benar, seperti kata para ahli, hari ke 14, virus akan mati, jika kalah dalam “peperangan” melawan anti bodi. Meskipun demikian, batuk menggigil amat lambat meredanya. Hingga akhirnya, hari keenambelas (9/7), saya, istri dan anak tes antigen untuk evaluasi. Alhamdulillah kami sudah dinyatakan sembuh.
9. Apa saja yang saya lakukan dan saya refleksikan selama Isoman ?
Pertama, tentu selalu berdoa kepada Allah mohon kesembuhan. Sebagai orang yang sudah divaksin, mungkin saya hanya akan OTG, jika saya tidak berlelah ria nyetir pulang pergi ke Kediri (maaf ini hanya mungkin lho yoo).
Karena itu, jika terasa ada perasaan beda dalam tubuh, segera banyak istrirahat, minum suplemen vitamin C dan D, makan yang banyak dan bergizi. Jangan seperti saya, merasa badan mulai gak enak, tapi masih aktivitas.
Kedua, saya benar-benar menghayati kata-kata Ibnu Sina : “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan…”
Ketiga, mengikuti kata-kata dr Tirta : “makan, makan dan makan”. Virus itu tdk ada obatnya, dan untuk sembuh hanya bisa dilawan dengan imunitas tubuh yg bagus, dan salah satu faktor imun adalah makan yang bergizi dan cukup.
Maka, jika saat normal saya biasa makan 2 x sehari, saat Isoman saya justru makan 3x, padahal dalam kondisi gak ada selera makan.
Minum susu tiap pagi dan sore, minum madu, sari kurma, redaxon, minum air kelapa muda hijau dicampur jeruk nipis dan garam, makan buah sebanyak-banyaknya, buat jus campur-campur (apel hijau, tomat, mentimun dan wortel), menelan bawang mentah yg dicincang, makan bawang hitam lanang, minum minuman empon-empon dsb.
Pokoknya seluruh saran-saran yang masuk, dan masuk akal, saya lakukan, apa lagi barangnya juga dikirim oleh org yang memberikan saran tersebut
Juga tiap hari jam 09.00 berjemur sekitar 20 menit . Tiap hari 2x saya jg lakukan menguapan lubang hidung dengan air mendidih dikasih minyak kayu putih. Mak segrak, rasanya. Langsung batuk. Tapi saya nekad. Semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan. (spr)