Takbir masih berkumandang di seluruh penjuru, memuji kebesaran satu-satunya pemilik alam raya, rajadiraja, apapun yang dikehendaki-Nya terjadilah, dan yang mampu membolak-balikkan hati setiap manusia. Idul Adha memang sudah lalu, tapi agenda penyembelihan hewan Qurban masih dapat dilakukan hingga akhir hari Tasyrik. Inilah hari agung ummat Islam, dengan anjuran membaca takbir 4 hari sejak masuk 10 Dzulhijjah, bersamaan dengan ibadah haji dan tentu saja ibadah qurban itu sendiri.
Setiap insan memiliki sesuatu yang paling dicintai dalam hidupnya; harta benda, jabatan, keluarga, bahkan hidupnya sendiri. Tidak dapat dipungkiri seluruh rasa cinta kita kepada hal-hal tersebut memberikan makna dan semangat untuk selalu ingin menjaga dan melindungi.
Beberapa bahkan melupakan hakikat hidup sebagai makhluk-Nya, lalai menjalankan kewajiban sebagai hamba-Nya demi tetap mempertahankan ego dan kecintaan duniawinya. Sehingga mampukah kita sebagai seorang hamba untuk ikhlas terhadap apa yang kita miliki untuk mengembalikan seutuhnya kepada sang pemilik.
Semua milik Allah, dan semuanya akan kembali. Semoga kita tidak akan pernah lupa bagaimana ikhlasnya pengorbanan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam demi menegakkan perintah Tuhannya. Betapa berat perjuangan untuk merelakan anak yang paling dicintainya.
Belum selesai diuji, kecintaan dan kepatuhan Nabi Ibrahim kepada Allah menuntut pengorbanan lain. Ditinggalkannya istri dan anak di tengah gurun pasir nan tandus dalam perjalanannya ke Kanaan (Palestina). Tak pernah sekalipun Nabi Ibrahim mempertanyakan kuasa Allah dan meragukan perintah-Nya, karena kuatnya iman menghilangkan seluruh keraguan dan rasa suudzon kepada Allah. Dan tidak pernah disangka bahwa pengorbanan demi pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim melahirkan bukan hanya perintah berqurban namun juga peradaban yang menjadi kota suci ummat Islam.
Beratnya ikhlas menjadi mudah dengan niat hanya ditujukan kepada Allah semata. Tidak akan mungkin seorang hamba seperti kita mengimbangi keikhlasan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Isa, tapi dengan berqurban kita memahami bahwa ketaqwaan dan keimanan selaras dengan pengorbanan. Sehingga penting untuk setiap muslim memiliki niat dan kemauan kuat untuk berqurban.
Berqurban yang diniatkan karena Allah dan ikhlas, bukan hanya memberikan dampak terhadap peningkatan taqwa dan keimanan dalam kepatuhan kepada perintah Allah namun juga dampak sosial yang ditimbulkan. Semakin banyak shohibul qurban maka semakin banyak pula penerima manfaat daging qurbannya, sehingga qurban menjadi salah satu ibadah yang memiliki keseimbangan baik dari segi ibadah kepada Allah maupun segi kesalehan sosialnya.
Dampak dari qurban tentu jelas dan nyata, kebermanfaatan dari prosesi penyembelihan sampai pembagian daging qurban yang merata hingga menyentuh lapisan terbawah masyarakat dan kaum mustadh’afin seolah menyamakan strata, menghilangkan sekat-sekat ketimpangan dan menegakkan ukhuwah.
Sehingga di hari besar Islam ini, seluruh muslim bisa menghidangkan daging dari qurban tidak peduli status sosialnya. Sebagai contoh di tempat tinggal kami, dengan jumlah shohibul qurban untuk sapi sebanyak 77 orang dan shohibul qurban untuk kambing sebanyak 7 orang kemudian dikonversi ke hewan qurban menjadi 11 Sapi dan 7 kambing, hasilnya lebih dari 830 paket untuk diberikan ke penerima manfaat, bukan hanya terbatas wilayah kami tinggal namun juga ditasyarufkan ke masyarakat lebih luas lagi.
Bayangkan dengan tempat yang memiliki lebih banyak shohibul qurban, berapa banyak pula manfaat yang dapat ditebar.
Melihat dari data hasil qurban diatas saja seharusnya cukup membuat hati kita tergerak untuk ikut berqurban, minimal berkeinginan. Karena dengan berqurban kita melatih diri menjadi filantropis, kesadaran beramal yang siap memberikan apa yang kita punya untuk kepentingan orang banyak. Sifat kedermawanan inilah yang membentuk diri kita menjadi pribadi yang peka, proaktif dan kontributif dalam menjawab persoalan ummat. Sebagaimana Allah perintahkan berjuang dengan harta terlebih dahulu barulah dengan jiwa kita.
Sehingga dapat dirangkum makna berqurban dalam tiga kata; sacrifice – joy – prosperity. Sacrifice yang berarti pengorbanan yang selalu selaras dengan kata ikhlas dan hanya diniatkan kepada Allah. Joy yang mengandung arti suka cita, menggambarkan perasaan alamiah ketika seseorang berqurban dan penerima manfaatnya yaitu rasa gembira dan bahagia yang memberikan ketenangan. Serta prosperity yang berarti kesejahteraan sebagai dampak riil yang dirasakan oleh muslim sekaligus menjadi salah satu tujuan berqurban itu sendiri.
Meskipun filantropi, tindak kedermawanan dan kerelaan tidak hanya tercermin dari berqurban namun juga amal-amal yang dilakukan di waktu lain, momentum qurban dapat menjadi titik balik kita untuk beramal lebih, menjadi pilar kebaikan dalam masyarakat serta kedermawanan untuk kesejahteraan bersama.
Saat ini sudah banyak takmir masjid atau jamaah secara kolektif menyediakan tabungan qurban untuk memudahkah jamaah yang telah berniat untuk berqurban. Maka dengan berbagai kemudahan itu, harusnya kita tidak hanya berkesibukan menjadi panitia qurban namun juga berkesempatan menjadi shohibul qurban tahun depan, kan idealnya begitu toh?
Magelang, 30 Juni 2023