SURYAGEMILANGNEWS.COM, DONGGALA-SULTENG. Meski sudah 3 tahun Gempa Palu berlalu, namun Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) hingga kini masih melaksanakan program pendampingan bagi para penyintas gempa di Sulawesi Tengah.
Micro Entrerprenuer Program (MEP) adalah salah satu program pasca bencana yang dijalankan sudah hampir 3 tahun oleh MDMC bersama Solidar Suisse, sebuah LSM asal Swiss.
Program MEP ini sudah berjalan 2 tahap yaitu MEP 1 yang berlangsung dari 1 Juli 2019 hingga 30 September 2020 dan MEP 2 yang dimulai dari 1 Juli 2020 hingga sekarang.
Program MEP 2 dilaksanakan di Kecamatan Sirenja, Balaiesang dan Balaiesang Tanjung Kabupaten Donggala. Ada 13 desa dampingan di program MEP 2 yaitu Oti, Alindau, Labean, Meli, Lombonga, Walandano, Palau, Pomolulu, Malei, Rano, Kamonji, Ketong dan Manimbaya.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan taraf hidup para penyintas bencana gempa bumi di Sulawesi Tengah yang terjadi 2018 lalu.
Yockie Asmoro selaku National Program Coordinator MEP mengatakan salah satu outcome program ini adalah pembentukan kelompok produksi yang bergerak dalam bidang usaha bersama masyarakat.
“Yang dipilih adalah usaha kopra putih dikarenakan daerah dampingan memiliki sumber daya kelapa melimpah dan masyarakat sudah melakukan usaha ini,” kata Yockie.
Selanjutnya, menurut Yockie, setelah terbentuk kelompok usaha, upaya yang dilakukan adalah melakukan pelatihan berbasis ketrampilan, manajemen usaha, dan pengorganisasian kelompok.
Selain itu, dalam hal pemasaran masing masing kelompok dikenalkan dengan usaha sejenis sehingga mampu untuk membangun jaringan.
“Bimbingan dari eksportir juga dilakukan untuk menjaga kualitas produksi. Hal ini menjadi pola kemitraan antara masyarakat produksi dan eksportir untuk menjaga produksi yang memenuhi kualitas sesuai grade yang ditetapkan,” imbuh Yockie
Yockie juga mengungkapkan, rata rata produksi bisa sampai 7000 butir kelapa dengan masa pengeringan 3-5 hari.
“Dari usaha kopra putih ini ada potensi pengembangan yang kedepan akan coba dioptimalkan yaitu pembuatan arang tempurung kelapa dan pengolahan sabut kelapa. Tentu menjadi sebuah potensi dan tantangan untuk mengembangkan sumber daya ini di masyarakat. Semoga setelah program ini selesai, para kelompok yang sudah dibentuk dapat mandiri dan berkembang,” pungkas Yockie.
Sementara itu Tofin, salah satu fasilitator masyarakat program MEP 2 di Desa Meli mengungkapkan setelah melakukan assement, dia menemukan para petani kopra di desa itu belum dapat mengoptimalkan produksi. Tofin merasa kondisi ini menjadi tantangan baginya.
“Kami melihat bahwa kopra ini dapat ditingkatkan lagi, sehingga kami pelajari dan mencari cara agar kopra hasil produksi para petani ini bisa memiliki nilai jual yang lebih. Kopra putih menjadi pilihan kami, dengan proses produksi yang sedikit berbeda dengan menggunakan green house sehingga menekan gagal produksi.” kata Tofin, Kamis (23/09).
Tofin kemudian mengumpulkan para petani kopra di desa Meli untuk bersama-sama melakukan produksi dengan cara yang baru. Setelah beberapa kali diskusi, maka terbentuklah pengurus dengan jumlah sebanyak 5 orang.
Salah satu pengurus kelompok tersebut adalah Rosni. “Kami sangat beruntung bisa menjadi bagian dari program ini, produksi kami semakin bagus, harga jual semakin tinggi dan kami juga diajak untuk belajar ke tempat lain agar kopra kami bisa masuk ekspor. Saat ini kami mampu untuk produksi sampai 2 ton setiap bulannya” kata Rosni. (hkn/Tim Media MDMC)