YOGYAKARTA — Lereng Selatan Gunung Semeru, Sabtu, 25 Desember 2021. Sekitar jam 14.00 kami meninggalkan Pronojiwo menuju Kota Malang. Kami melalui jalur yang sama dengan ketika datang. Berliku-liku, dengan tanjakan dan penurunan, dan banyak hutan di kiri dan kanan. Bakda zuhur kami kembali memasuki Gondang legi. Setelah ini kami segera disergap oleh banyak kemacetan. Walaupun jarak tidak terlalu jauh, menjelang magrib kami masuk Rayz UMM Hotel. Sebuah hotel yang sangat megah milik UMM yang dulunya adalah UMM Inn. Aku segera naik ke lantai tujuh dan masuk ke kamar 732. Hari ini sungguh hari yang dahsyat. Berbagai perasaan telah menemaniku. Kehangatan rombongan, keharuan akan semangat berbagi keluarga Dokter Sri Sunarti, kebanggaan akan SMKM Gondanglegi, kebersamaan aktivis persyarikatan yang terjun langsung di Pronojiwo, membuat aku kehilangan rasa Lelah. Maka seiring dengan sentuhan bantal hotel, rasa lelah itu langsung datang, dan akupun terlelap.
Tetapi malam ini masih ada satu agenda, silaturrahmi dengan Lazismu Jatim. Jam 20.00 bersama Mas Aditya Sekretaris Lazismu Jatim aku berangkat menuju sebuah rumah makan di tepi jalan Raya Malang-Batu. Kami duduk di sebuah ruangan yang sudah dilengkapi dengan LCD. Pengurus Lazismu Jatim yang hadir: Ustadz Zainul, Mas Adit, Mas Imam, Mas Agus Edy Sumanto, dan Mas Masrukh. Hadir juga teman-teman dari Lazismu Malang dan Batu. Sebagaimana biasanya bersama Lazismu Jatim suasana selalu hangat. Bahkan kadang sedikit panas karena ide-ide progresif mereka. Pada kesempatan ini aku menyimak dengan seksama presentasi lazismu Jatim terkait target penghimpunan 1 Triliun untuk tahun 2022. Konsep yang dipresentasikan Mas Ali Sahidu terasa sangat realistis. Ia dilengkapi dengan data dan strategi implementasinya. Diharapkan konsep Jatim ini nantinya bisa diangkat ke tingkat nasional. Dalam hal ini Jatim siap menugaskan orang terbaiknya untuk membantu Lazismu Pusat.
Sekitar jam 20.00 ketika teman-teman Lazismu Jatim mulai asik dengan perbincangan soal bisnis, aku diantar Mas Adit kembali ke hotel. Sebelumnya sebuah kejutan kecil terjadi. Aku mendapat sepasang sepatu baru dari Lazismu Jatim. Sepatu lamaku menyerah tadi siang. Solnya lepas total. Sol sepatu tua ini tidak kuat menahan panasnya pasir Semeru ketika kami keliling Pronojiwo tadi siang. Aku harus mengikhlaskannya. Meski sepatu ini telah menemani banyak perjalananku ke berbagai penjuru. Bahkan sampai Manchester dan Seoul, sekian tahun yang lalu.
Ahad, 26 Desember 2021, setelah sarapan pagi, kami memulai perjalanan lebih jauh. Kami menuju lereng Semeru yang lain, Kota Lumajang. Sebenarnya kalau dari Pronojiwo langsung ke Kota Lumajang sudah dekat. Hanya 40 kilometer. Tetapi banjir lahar dingin membuat jembatan yang menghubungkan jalur ini putus. Maka kami harus memutar ke belakang, mengelilingi Gunung Semeru dan Bromo. Dari Pronojiwo kami harus kembali ke barat ke kota Malang. Dari sini kami mengarah ke utara ke arah Pasuruan. Lalu ke timur ke arah Probolinggo. Akhirnya belok ke selatan untuk bisa mencapai Kota Lumajang. Untungnya dari Kota Malang sampai Kota Probolinggo sudah tersedia jalan tol. Sehingga perjalanan menjadi lebih cepat. Kali ini kami hanya berempat: aku, Ustadz Zainul, Mas Masrukh, Mas Shodiqon wartawan TvMu, dan Mas Mamak sang driver lincah kami.
Agenda pertama kami di Lumajang adalah silaturrahmi dengan kelurga besar Muhamadiyah Lumajang. Acara berlangsung di ruang pertemun kantor PDM yang rapi dan bersih. Mungkin karena ada Ketua Lazismu Pusat hadir, dalam forum ini juga hadir pengurus Lazismu Lumajang, Lazismu Probolinggo, dan Lazismu Situbondo. Tentu juga ada Arif Jamali Muis Wakil Ketua MDMC Pusat sekaligus wakil ketua PWM DIY yang membidangi MDMC. Karena Wong Palembang maka aku sering memanggilnya dengan Dindo Arif. Tanpa kami duga ternyata Pak Aminuddin Ketua PDM Lumajang juga Wong Palembang. Maka kami bertiga segera terlibat obrolan sesama Wong Kito. Tentu dalam bahasa kampung halaman. Kebetulan kami sama-sama orang Sumatera yang sama-sama kuliah di Jawa. Dan sama-sama berjodoh dengan orang Jawa. Alhamdu lillaah…
Dalam forum ini kami menyamakan persepsi tentang kelanjutan program. Masa tanggap darurat sudah selesai. Logistik melimpah dan masih terus mengalir dari berbagai penjuru. Dalam hal ini Muhammadiyah Lumajang memiliki gudang logistik yang dikelola dengan manajemen yang baik. Awalnya gudang ini untuk ruko milik Aisyiyah Lumajang. Letusan Semeru membelokkan rencana itu menjadi gudang logistik. Kami sepakat beberapa program akan diteruskan. Layanan kesehatan melalui EMT sangat dibutuhkan masyarakat sampai beberapa bulan ke dapan. Demikian juga dengan layanan psikososial. Program baru adalah pembangunan hunian sementara (huntara). MDMC-Lazismu sudah siap dana untuk 200 unit huntara. Tinggal menunggu penetapan lokasi oleh pemerintah. Lainnya terkait permasalahan sosial, keagamaan, dan ekonomi. Untuk itu akan dilibatkan MPM, Majelis Tabligh, dan LDK. Tentu saja Lazismu bertanggung jawab dari sisi pendanaannya.
Hal menarik lainnya dari Lumajang adalah aktivitas Lazismu Lumajang dalam melakukan digital fundrising. Digital fundrising adalah arus baru penghimpunan dana yang akan dominan di masa mendatang. Dalam hal ini Mas Kuswantoro dan kawan-kawan di Lumajang menjadi contoh sukses yang layak ditularkan ke Lazismu di berbagai penjuru tanah air. Lumajang yang berada relatif jauh dari kota besar ternyata berhasil menjalankan fundrising melalui platform digital. Saat kami hadir di kantor PDM donasi yang masuk ke Lazismu Lumajang mendekati setengah miliar rupiah. Ini tentu sebuah jumlah yang fantastis karena dilakukan hanya dalam beberapa minggu. Bagi Lazismu Lumajang ke depan program ini bisa dioptimalkan lagi. Sebagai sebuah tools, digital fundrising memerlukan penekun. Dalam hal ini diperlukan anak-anak muda, khususnya generasi milenial. Tanpa mereka Lazismu segera digeser oleh lembaga lain yang lebih fokus dan intensif.
Agenda terakhir kami adalah menuju kompleks RS PKU Muhammadiyah Lumajang. RS ini baru dua tahun diresmikan dan berada dalam satu komplek dengan SMKM Lumajang. Menariknya, masih dalam komplek yang sama, di sebelah RS berdiri SPBU milik PDM Lumajang. SPBU ini cukup besar untuk ukuran kota yang tidak terlalu besar. Ini membuat komplek Muhammadiyah ini terlihat unik dan gagah menghadapi tantangan zaman. Semboyan dari rumah sakit ini adalah “Layananku Ibadahku”. Aku merasakan kerapian dan kebersihan tenaga medis ketika menjalani tes antigen. Di sini aku merasakan tes antigen sebagaimana mestinya. Colokannya dalam dan pada dua lubang hidung. Ini berbeda sekali dengan tes antigen yang pernah aku lakukan di sebuah klinik di suatu tempat yang jauh. Nyaris tidak terasa, tidak ubahnya seperti mengambil upil.
Stasiun Probolinggo, 26 Desember 2021. Suasana sangat sepi. Tidak ada satupun KA parkir. Penumpang dan petugas hanya terlihat satu dua. Keretaku, Wijayakusuma, datang satu jam lagi. Sedangkan aku dalam kondisi kekenyangan. Sekitar jam 13.00 tadi kami makan siang bersama rombongan PDM di Lumajang. Menjelang masuk stasiun Ustadz Zainul tanpa bisa ditawar memasukkan kami dalam warung Bakso Pak Edy di dekat stasiun. Kata beliau paling enak dan paling laris dan ternyata memang demikian di Probolinggo. Ustadz Zainul memang hobi kuliner. Ketika sindir bagaimana dengan program dietnya, beliau yang berpostur seperti aku pendekarmu (pendek, kekar, dan lemu/gemuk) hanya senyum dikulum. Tepat jam 15.30 KA Wijayakusuma yang aku tumpangi bergerak menuju Jogja. Seperti biasa, setelah semua agenda pokok tuntas rasa lelah kembali datang menyergap. Bersama kantuk yang datang sesudahnya aku melanjutkan perjalanan pulang ke Jogja. Semoga program Lazismu-MDMC bersama unit-unit Persyarikatan mendampingi penyintas erupsi Semeru berjalan berkesinambungan. Sehingga kemanfaatannya bisa dirasakan dalam jangka panjang. Aamiin…
Tamantirto Jogja, 09 Januari 2022
Mahli Zainuddin Tago
Sumber: lazismu.org