SURYAGEMILANGNEWS.COM, MAGELANG – Warga Muhammadiyah Kabupaten Magelang kembali kehilangan sosok pejuang Islam. Setelah Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sawangan, mendiang Pak Din wafat pada September, Ketua MDMC Kabupaten Magelang Asroni tutup usia pada 8 Oktober lalu.
Jenazahnya disemayamkan di komplek pemakaman Dusun Dukuh, Desa Ngadipuro, Kecamatan Dukun. Ketua MDMC Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Budi Setiawan dan Ketua MDMC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah turut mengantarkan ke peristirahatan terakhir Asroni. Selain itu juga dihadiri oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Magelang Jumari beserta jajarannya.
Menurut keterangan keponakannya Yusuf, Asroni meninggal karena sesak nafas dan lemah jantung. Ia mengantarkan dan menemani Pak As di RSA Muntilan hingga pada akhirnya dipanggil oleh Allah SWT.
“Saat di perjalanan menggunakan mobil, nafas beliau tidak beraturan dan tersengal-sengal. Namun, sampai dirumah sakit Pak As masih mampu jalan sendiri menuju IGD,” tutur Yusuf.
Setelah tiba di rumah sakit pada pukul 03.00 WIB dan menjalani perawatan Yusuf merasa lega. Ia mengira hanya sesak nafas biasa dan akan segera sembuh lalu bisa kembali pulang.
Ketika menunggu Pak As, Yusuf sempat tertidur. Setelah terbangun Ia melihat kondisi Pak As terkadang nafasnya masih tersengal-sengal lalu berangsur normal.
“Setelah 10 menit terbangun dan melihat kondisi Pak As saya kira normal. Selang beberapa menit beliau diam dan saya berusaha membangunkannya. Kemudian sekitar pukul 04.00 WIB saya memanggil perawat untuk dilakukan pemeriksaan karena saat itu oksigen juga hampir habis. Lalu dinyatakan telah meninggal,” tutur Yusuf
Ketua MDMC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah Naibul Umam Eko Sakti, sebagai sahabat dan teman diakusi memberi kesaksian perjuangan Asroni. Ia menganggap Ndan As, begitu sapaan akrabnya, sebagai sosok panutan.
“Saya belajar tentang kesabaran dari Ndan As. Dia figur muslim, pejuang Allah yang memiliki kesabaran yang luar biasa,” ungkap pria yang akrab dipanggil Ndan Umam.
Ia kemudian menceritakan bagaimana Ndan As masih memberikan waktu, tenaga, pikiran, bahkan hartanya meski ditimpa kesusahan. Kala itu kondisi putri Ndan As sakit hingga pada akhirnya meninggal. Namun, hal itu tidak membuatnya berhenti untuk membantu saudara yang terdampak bencana erupsi Merapi.
“Kami bersama beliau menangani respon bencana erupsi merapi tahun 2010. Dari hal itu Kami belajar, ternyata sabar itu tidak hanya ketika kita sedang ditimpa musibah. Tapi juga ketika kita diberi kemampuan untuk bisa membantu orang lain,” sambung Umam.
Ia kagum dengan kesabaran Ndan As. Menurutnya orang yang membantu terdampak merapi saat itu adalah orang yang punya waktu luang, kesempatan, sebagian harta yang diinfaqkan. Namun ditengah musibah yang dialami, Ndan As menunjukkan kualitas dirinya sebagai seorang relawan sejati yang rela berjuang dengan kondisi apapun.
Kesabaran Ndan As juga tercermin dalam mengomando rekan-rekan Relawan Muhammadiyah Dukun. Ia begitu telaten dan sabar mengumpulkan puluhan hingga ratusan orang di Dukun yang siap menjadi Relawan Muhammadiyah.
“Beliau itu mengubah suatu kekurangan menjadi sebuah kelebihan. Ndan As memang bukan orang yang pandai berpidato, orator, atau penceramah. Namun beliau adalah figur yang memberikan contoh melalui perilaku. Bahkan diamnya Ndan As menjadi sebuah contoh yang baik.
Selain itu, Ndan As dikenal sebagai sosok mukhlisin. Berjuang dengan kesungguhan hati. Tak pernah menuntut apa yang telah diberikan, baik secara pribadi maupun di persyarikatan.
“Banyak karya2 beliau yang didedikasikan untuk Muhammadiyah. Membantu memperjuangkan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bisa berdiri dari nol. Mulai pembelian, pembebasan tanah, membangun, mencari donatur, sampai mencari murid.
Ndan Umam selaku sahabat dekat merasa sangat kehilangan. Menurutnya figur Ndan As sulit dicari penggantinya. “Namun saya yakin kader-kader Muhammadiyah di Kabupaten Magelang akan tumbuh Asroni baru yang lebih tangguh, hebat, lebih bisa memberikan warna bagi persyarikatan,” pungkasnya.
Ada satu cita-cita mulia terakhir Asroni sebelum meninggal. Ia berniat membebasan tanah untuk membantu AUM di Kecamatan Dukun.
Salah satu Relawan Muhammadiyah Tolani, mengungkapkan pesan Ndan As mengenai pembebasan tanah tersebut. “Kita masih punya pr membayar tanah. Ayo kompakkan, proyek ini tidak main-main, jangan sampai gagal,” pesan Ndan As kepada para kader Muhammadiyah Dukun dalam sebuah pertemuan.
Tolani menyampaikan bahwa, total seluruh pembayaran sekitar 810 juta. Saat ini sudah dibayar DP sebesar 15 juta rupiah. Namun dalam pelunasannya bisa jatuh sekitar 730 juta rupiah.
“Pak As sangat giat membeli tanah itu untuk Muhammadiyah karena milik non muslim. Kebetulan teman sekolah Pak As dulu, sehingga ada kedekatan emosional,” tutur Tolani.
Diketahui bahwa luas tanah tersebut sekitar 3000 m2. Terdiri dari tiga petak yang salah satu lokasi tanah terpisah seluas 700 m2. Selain menjual, pemilik tanah berniat mewakafkan tanah seluas 700 m2 itu jika harganya disepakati oleh Muhammadiyah.
“Mas As ingin pengelolaan diserahkan ke Muhammadiyah yang punya master plan untuk pengembangan AUM. Khususnya lembaga pendidikan di Kecamatan Dukun,” imbuh Tolani yang telah membersamai Asroni selama 20 tahun.
Ia menganggap almarhum bukan hanya sekedar kader. Namun seseorang yang sangat berkompeten mengawal rekan-rekan Muhammadiyah di Dukun.
“Mas As itu “Big Boss” nya Muhammadiyah di Dukun. Setiap ada kegiatan pasti tombok. Bahkan beliau gigih memperjuangkan berdirinya SD Muhammadiyah, hingga terealisasi sampai tiga lantai,” kenang Tolani.
Disisi lain, mendiang Asroni merupakan figur yang menyadarkan para preman untuk kembali melakukan hidup yang lebih bermanfaat. Ia mampu mengubah mental jelek menjadi baik.
“Itulah jasa Mas As. Merubah saya dan teman-teman. Bukan hanya merubah satu atau dua, tapi banyak orang,” kata Tolani.
Menurutnya Asroni adalah tonggak berdirinya relawan nasional meskipun tidak diakui. Sebelum ada relawan Ia sudah membangun komunitas relawan. Dari empat atau lima orang, akhirnya berkembang menjadi besar.(bal)