Suryagemilangnews.com, Yogyakarta – Menurut data badan kesehatan dunia (WHO), tuberculosis (TB) merupakan penyakit penyebab kematian ke 13. Untuk itu, penemuan kasus sangat penting guna pengobatan yang efektif. Akan tetapi, angka penemuan pasien TB menurun drastis selama pandemi Covid-19. Untuk itu, RS PKU Muhammadiyah Bantul tetap lakukan program TEMPO, yakni temukan pasien secepatnya dan obati secara tepat.
Hal itu disampaikan dr. Novi Wijayanti Setyaning Sukirto, M.Sc.,S.PD, Dokter RSU PKU Muhammadiyah Bantul saat mengisi Webinar Bincang Kesehatan Series 2: Recovery TB di Era Pandemi yang berlangsung pada Selasa (8/2). Novi juga menjelaskan jika saat ini, RS PKU Muhammadiyah Bantul melalui program Mentari TB Recovery di bawah Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah bekerjasama dengan USAID diharapkan dapat meningkatan kasus temuan dan pengobatan TB di 48 RSMA di 44 Kabupaten-kota di 9 provinsi.
“Sampai dengan akhir program, diharapkan dapat mencapai peningkatan dua kali angka kasus di kuartal 4 di 2020,” tutur Novi. Adapun program TEMPO yang berfokus pada skrining dilakukan sejak pasien atau terduga (suspect) pertama kali mengakses layanan kesehatan.
Pelayanan tersebut termasuk skrining gejala dan riwayat atau investigasi paparan (TB) di keluarga. Jika batuk lebih dari dua minggu, ada riwayat kontak (dengan pasien TB), dan penurunan berat badan sehingga terduga TB, maka pasien akan dipisahkan.
Selain itu, RS PKU Muhammadiyah Bantul juga melakukan skrining pada pasien diabetes melitus (DM). Hal ini karena DM menjadi salah satu faktor risiko terjadinya infeksi TB sebanyak 3 kali akibat mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh. “Dari data yang ada, hampir 90% pasien TB ternyata penderita DM,” imbuh Novi.
Penurunan temuan kasus TB sendiri menurut Novi besar kemungkinan disebabkan karena penurunan akses masyarakat pada layanan kesehatan terkait TB. “Sehingga terjadi gap, banyak penderita yang tidak terdiagnosisi dan terlaporkan. Karena mungkin ada yang takut dicovidkan,” ujar dr. Novi.
Menurut data badan kesehtan dunia WHO, Indonesia adalah negara kedua setelah India yang melaporkan angka penurunan temuan TB sejak pandemi sebanyak 14 %. Indonesa sendiri merupakan negara ke 3 yang setelah India dan Tiongkok sebagai penyumbang dua per tiga pasien TB di dunia. Tetapi, banyaknya terduga TB yang tidak terlaporkan dan terdiagnosis selama pandemi menghambat juga proses penyembuhan pasien. “Yuk kita concern lagi untuk temuan kasus TB di era pandemi,” ajak dokter Novi.
Selain itu, penurunan temuan kasus TB selama 2020-2021 juga dikarenakan fasilitas kesehatan berfokus pada Covid-19. Apalagi gejala TB dan Covid-19 mirip, seperti batuk dan dan peningkatan suhu tubuh. Padahal, saat ini TB merupakan penyakit yang menyebabkan kematian karena penularan infeksi kedua setelah virus Covid-19. TB juga dapat menginfeksi segala usia. Sehingga, upaya untuk menemukan dan mengobati pasien TB kembali menjadi perhatian terutama di tengah pandemi Covid-19.
Untuk itu, fasilitas kesehatan perlu kembali berfokus pada penanggulangan TB. “Dari enam poin strategi nasional (stratnas) Penanggulangan TB, kami berkomitmen untuk ikut berperan aktif dalam meningkatkan penemuan dan pengobatan kasus TB sesuai poin nomor 2, yakni peningkatan akses layanan TB yang bermutu,” jelas Novi. Oleh karena itu, jaringan 107 Rumah Sakit Muhammadiyah/Aisyiyah (RSMA) dan 228 klinik Muhammadiyah di bawah MPKU juga mendukung stranas poin 2.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, drg. Pembayun Setyaning Astutie, M. Kes, membenarkan pernyataan dokter Novi bahwa tren penemuan TB selama 2019-2021 menurun. “Pandemi ternyata bukan hanya memporak-porandakan sektor ekonomi, tetapi di kesehatan khususnya penemuan kasus TB jadi terkendala. Jadi dari 2020-2021 ada penurunan terhadap penemuan kasus TB dari 4.026 pada 2019 menjadi 2.982 di 2020 dan 2.963 di 2021,” tuturnya.
Akan tetapi, Pembayun menuturkan meski penemuan kasus menurun, keberhasilan pengobatannya dapat dipertahankan dengan baik. “Kami berterimakasih kepada RS Muhammadiyah yang juga membantu sehingga ada peningkatan,” imbuh Pembayun.
Selama pandemi, Dinkes DIY juga tetap melakukan investigasi kontak (tracing) kasus TB semua tipe baik secara langsung maupun via telepon atau aplikasi pesan. Selain itu, Dinkes juga berinovasi dengan memberikan layanan kesehatan skrining dan pemeriksaan TB secara mobile dengan mendatangi kelompok suspek yang sudah dikondisikan puskesmas. “Dari skrining tersebut langsung dihubungkan dengan laptop, sehingga kecepatan pembuktian evidence, dan rencana terapinya langsung dibuat lebih cepat,” tutur Pembayun.
Dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular, Vector, dan Zoonotik Kemenkes RI juga menyampaikan pentingnya kemitraan dan jejaring pelayanan kesehatan yang perlu dikuatkan.
“Layanan kesehatan Muhammadiyah tentunnya cukup membantu. Kemitraan dengan Aisyiyah dan Muhammadiyah ini sudah sejak dari awal, dan dengan dukungan pimpinan tertinggi dan Muhammadiyah Covid-19 Command Center kita bersama-sama menanggulangi Covid-19, dan kita juga berbicara bagaimana menangani TB di masa pandemi ini,” ungkap dokter yang akrab disapa Nadia itu.
Nadia yakin jejaring RS muhammadiyah yang tersebar luas di Indonesia juga dapat membantu keberlangsungan pengobatan pasien agar tidak drop out atau berhenti berobat. Misalnya saja jika harus pindah domisili. Untuk itu, Nadia berharap pelayanan kesehatan di RSMA dapat mengoptimalkan fasilitas kesehatan mulai dari skrining, investigasi kontak, dan pengobatan.