Biografi KH. Ahmad Dahlan
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Masehi. Membicarakan sejarah Muhammadiyah, tidak akan lepas dari perjalanan hidup pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan. Anak ke empat dari tujuh bersaudara putra-putri KH. Abu Bakar, seorang khatib Masjid Agung Kasultanan Yogyakarta tersebut lahir di Kampung Kauman Yogyakarta, tanggal 1 Agustus 1868. Bila dirunut silsilahnya keatas, garis keturunan KH. Ahmad sampai pada Syekh Maulana Malik Ibrahim yang terkenal dengan sebutan Sunan Gresik. Ahmad Dahlan mempunyai nama kecil Muhammad Darwisy yang setelah menunaikan ibadah haji maka beliau mengganti nama menjadi Ahmad Dahlan, sesuai kebiasaan saat itu jika sudah menunaikan haji biasanya orang mengganti nama kecilnya.
Ahmad Dahlan mendapatkan bekal ilmu-ilmu agama dari ayahnya dan sahabat-sahabat ayahnya. Pada umur 15 tahun, dia menunaikan ibadah haji ke Mekah sekaligus belajar ilmu-ilmu agama pada beberapa tokoh agama di sana. Di Mekkah inilah, Ahmad Dahlan mengenal pemikiran-pemikiran para tokoh pembaharuan Islam seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Rasyid Ridho, Jamaludin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Tahun 1903 dia kembali menunaikan ibadah haji dan menetap selama 2 tahun di Mekkah. Dia berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, yang juga guru dari KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdhatul Ulama (NU). Setelah kembali ke Yogyakarta, KH. Ahmad Dahlan berprofesi sebagai pedagang sekaligus pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta dengan jabatan sebagai Khatib dan mengurusi masalah agama, maka mendapat sebutan Kyai.
Sejarah Singkat Muhammadiyah
Berawal dari pendalaman terhadap kandungan Al Qur’an dan perbandingan terhadap pelaksanaan kandungan Al Qur’an tersebut dalam realitas kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitarnya, ditambah dengan persentuhan dengan pemikiran dari para tokoh pembaharu Islam, membuat KH. Ahmad Dahlan terinspirasi untuk melakukan perubahan di kampung halamannya sekembalinya dari Mekkah. Gagasan melakukan perubahan tersebut sering dikomunikasikan dengan para murid ngajinya di Langgar Kidul, Kampung Kauman dan juga disampaikan secara terbuka kepada para tokoh baik di Kauman khususnya serta Yogyakarta pada umumnya.
Gagasan-gagasan KH. Ahmad Dahlan pada mulanya terkait praktek-praktek keagamaan yang menyangkut perkara-perkara ibadah dan tradisi masyarakat sekitarnya seperti arah kiblat sholat, penghapusan tradisi-tradisi yang dipandang tidak sesuai dengan pelaksanaan ajaran Al Qur’an dan Sunnah seperti tradisi kematian dan sejenisnya. Dalam perkembangannya gagasan pembaharuan KH. Ahmad Dahlan meluas kepada urusan-urusan sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, penyantunan anak-anak yatim dan fakir miskin.
Untuk mewadahi gagasan dan gerakan-gerakannya, KH. Ahmad Dahlan mendapat inspirasi untuk mendirikan sebuah organisasi. Inspirasi ini bisa dipahami sebagai akibat dari pergaulan KH. Ahmad Dahlan yang luas termasuk pertemanan dengan para tokoh pergerakan dan organisasi yang lebih dahulu ada seperti Budi Utomo. Setelah dikomunikasikan intens dengan para murid, keluarga dan tokoh-tokoh yang mendukungnya saat itu, maka pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan resmi mendirikan organisasi MUHAMMADIYAH.
Nama Muhammadiyah diambil dari nama Nabi Muhammad SAW ditambah –iyah (Muhammad+iyah) yang berarti pengikut, sehingga jika diartika maka Muhammadiyah berarti pengikut Nabi Muhammad SAW. Maksud dan tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Menurut Adaby Darban, seorang sejarawan asal Universitas Gajah Mada Yogyakarta, nama ”Muhammadiyah” awalnya diusulkan oleh kerabat Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta yang juga sahabat dan kerabat KH.Ahmad Dahlan. Setelah melalui salat istikharah maka KH. Ahmad Dahlan setuju memakai usulan Muhammad Sangidu. (editor : Sapari, diolah dari berbagai sumber)