Sore itu Cak Kandar tampak kusut. Wajahnya dilipat tak karuan. Padahal biasanya ia begitu riang dengan aneka kelakarnya.
“Kopinya Yu” pesen Cak Kandar pada Yu Jum di warung kopi sore itu.
“Lha kok kadingaren antheng to Cak, biasane wis ngoceh koyo Manuk Murai birahi.” tanya Yu Jum sambil mengaduk kopi pesanan Cak Kandar. Yang ditanya hanya terdiam sambil menghisap rokoknya dalam dalam. Tatapannya kosong seolah olah tengah menatap lautan yang tak bertepi.
Sementara itu Kang Dul, Mas Roni dan Pak Dhe asyik berbincang bincang tentang Pemilu Kota Raja yang barusan usai. Rupanya Cak Kandar tengah terpukul batinnya, karena jagonya kalah telak.
“Wis tho Cak, rasah dipikir nemen nemen. Pemilu ki khan cuma dolanan tebak tebakan kkoyo bal balan kae. Rasah spaneng.” nasehat Pak Pardi tukang becak sing hobi tuku togel.
“Gayamu ae Di Pardi. Ndadhak ngandhani Cak Kandar barang.” Sergah Mas Joko yang tiba tiba sudah muncul di warung kopi Yu Jum.
Sementara Cak Kandar tetap saja mematung sambil sesekali mensruput kopinya.
“Lha yo jan jane masyarakat ki piye tho karepe ? wong mau dikasih pemimpin yang cakap, tegas dan bersih kok ya malah milih pemimpin yang didukung oleh Partai Masjid. Ini khan urusan dunia bukan akherat.” gerutu Cak Kandar tanpa ujung tanpa pangkal. Tampaknya jiwanya benar benar tergoncang. Hampir saja ia membanting cangkir kopinya jika Yu Jum tidak berteriak mencegahnya.
Semua yang ada di warung Yu Jum hanya terdiam memperhatikan ulah Cak Kandar. Yang diperhatikan seperti tak merasa sedikitpun.
“Tapi yen tak pikir pikir memang aku ae sing kebangeten.” gumam Cak Kandar kemudian setelah menghirup nafas panjang.
“Aku memang salah, ora iso adil karo atiku dhewe.”
Lagi lagi pengunjung warung kopi Yu Jum terkesiap oleh kalimat kalimat Cak Kandar. Mereka saling bergantian berpandangan seolah olah saling bertanya karena penasaran.
“Maksudnya apa Cak ?” tanya Om Jhon memberanikan diri bertanya kepada Cak Kandar. Om Jhon yang tentara itu saja dibuat takut oleh kegalauan Cak Kandar apalagi Mat Pri yang cuma bakul Cilok.
“Memang partai partai masjid itu kadang tidak bisa dipercaya, Akupun juga kecewa pada beberapa ustadz yang tidak bisa menjadi teladan bagi umatnya. Aku juga kecewa pada pemimpin yang beragama Islam yang korupsi serta banyak lagi kecewakuu kepada mereka mereka yang membawa simbol simbol Islam. Ternyata mereka semua garong.”
Lagi lagi pengunjung warung kopi Yu Jum dibuat terlongong longong oleh ucapan Cak Kandar.
“Namun begitu aku juga salah, kesalahanku adalah menggeneralisir semua orang Islam. Selain itu aku tidak bisa memisahkan antara Islam sebagai ajaran dengan pemeluk Islam. Ustadz dan partai Islam hanyalah ijtihad umat Islam bukan Islam. Jika ada yang menyimpang tentu saja adalah orangnya bukan ajarannya. Aku memang kecewa dengan partai islam tetapi aku salah jika kemudian mendukung orang yang jelas jelas mengatakan kitab suciku adalah kalimat kalimat penuh kebohongan yang hanya akan membuat bodoh pemeluknya.”
Kali ini cangkir Yu Jum menjadi sasaran kemarahan Cak Kandar. Cankir itu dalam sekejap mata telah hancur berkeping keping ia banting ke lantai. Yu Jum hanya bisa mengelus dada. sementara itu pengunjung yang lain semakin bingung oleh tingkah laku Cak Kandar.
“Seharusnya aku tidak berhenti dalam kekecewaan. Seharusnya aku juga mengambil peran untuk mengaktualisasikan Islam sebagai ajaran yang sempurna. Aku tidak hanya menuntut orang lain saja tapi lupa menuntut diriku sendiri untuk mengekspresikan keindahan Islam.”
“aku memang sok humanis, sok toleran, sok bhinneka dan sok demokratis. Padahal aku hanya malas ngaji, malas beramal, serta malas malas yang lain. Aku hanya ingin kebebasan tapi aku tidak jujur memperjuangkannya.” Aku takut dikatakan tidak berpandangan maju jika menonjolkan identitas Islam.”
Mulai detik ini aku akan mengambil tanggung jawabku untuk menyuguhkan kesempurnaan Islam. Salah jika hanya aku selalu menuntut orang lainn.” kata Cak Kandar seolah olah berjanji di hadapan semua pengunjung warung kopi sore itu.
“Dingapuro Yu, cangkirmu wis tak banting. Iki gantine.” kata Cak Kandar kepada Yu Jum dengan menyerahkan lembaran uang bergambar Sukarno Hatta kepada Yu Jum sambil berlalu meninggalkan warung.
Tampaknya kehadiran Cak kandar sore itu adalah yang terakhir kalinya karena malam sepulang dari warung Yu Jum Cak Kandar telah ditembak oleh dua orang pria tak dikenal. Menurut beberapa saksi mata Cak kandar sempat beradu jotos dengan dua lelaki tersebut. Rupanya Cak Kandar benar benar dibina oleh kelompoknya, Sebuah istilah yang disamarkan untuk mengganti kata dibunuh. (noerjoso)