Suryagemilangnews.com, Pejuang asal Provinsi Gorontalo ini bernama Nani Wartabone. Pria kelahiran Gorontalo, 30 April 1907 merupakan anak seorang aparat di Pemerintah Hindia Belanda bernama Zakaria Wartabone dan ibunya sendiri seorang keturunan Ningrat. Ini menandakan Nani bukanlah dari kalangan Masyarakat bawah, melainkan dari golongan orang yang terhormat dan berkecukupan.
Menariknya, meskipun anak seorang aparat di Hindia Belanda, dia memilki pandangan yang berbeda dengan ayahnya tentang penjajah. Bahkan Nani tidak betah bersekolah karena gurunya yang berkebangsaan belanda selalu merendahkan Bangsa indonesia dan mengagungkan Barat.
Bukan hanya sebatas memiliki pandangan yang berbeda, Nani melakukan hal yang nyata dalam memperjuangkan Rakyat Indonesia. Bahkan dia pernah membebaskan tahanan yang ditangkap orangtuanya karena tidak tega melihat rakyat Indonesia dihukum.
Perjuangan Nani Wartabone
Ketika Nani Wartabone hijrah ke Surabaya tahun 1928, dia mulai aktif dalam memperjuangkan Indonesia. Nani mendirikan Jong Gorontalo ketika di Surabaya. Setelah kembali ke Gorontalo Nani mendirikan PNI (Partai Nasionalis Indonesia) dan Partindo (Partai Indonesia). Nani juga aktif di Muhammadiyah setelah kedua partai yang didirikannya dibubarkan.
Nani akti di Muhammadiyah dan mendirikan Muhammadiyah Sumawa bersama Ima A Nadjmudin. Nani Wartabone masuk di Muhammadiyah bermaksud untuk mengarahkan umat Islam agar sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya, sehingga pandangan yang merugikan Islam dapat dihilangkan dan rakyat dapat berjuang bersama untuk mencapai kemerdekaan.
Banyak masyarakat yang senang dengan ceramah Nani Wartabone, jika mendengar Nani yang ceramah, masyarakat berbondong-bondong menghampirinya. Dalam ceramahnya dia menanamkan kesadaran politik rakyat untuk bersatu untuk Indonesia merdeka.
Belanda merasa khawatir dengan aktivitas dakwah Nani Wartabone. Belanda seringkali melalui kakaknya, Ayuba Wartabone yang menjabat Wedana Gorontalo untuk memberikan peringatan kepada Nani. Peringatan berkaitan dengan ceramahnya dan diancam akan diasingkan jika masih berdakwah.
Proklamasi Kemerdekaan Gorontalo
Sebelum Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Nani perna memproklamasikan kemerdeakaan Gorontalo pada 23 Januari 1942. Nani dan rakyat Gorontalo melakukan penangkapan kepada Jawatan Belanda dan berhasil mengusir Belanda. Setelah itu Nani Wartabone memimpin pengibaran bendera Merah Putih diiringi Lagu indonesia Raya.
Nani kemudian membentuk Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) sore harinya yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat (BPR) dan dia sebagai ketuanya. Untuk mempertahankan yang diproklamasikan, Nani Wartanone mengadakan rapat raksasa di Tanah Lapang Besar Gorontalo dengan memobilisasi rakyat, meskipun beresiko besar.
Gorontalo dikuasai Jepang
Satu bulan setelah proklamasi Kemerdekaan Nasional Gorontalo, Jepang mendarat di Gorontalo. Kapal perang Jepang bertolak dari Manado dan berlabuh di pelabuhan Gorontalo pada tanggal 26 Februari. Nani menyambut baik dan mengira tentara Jepang akan menolog PPPG.
Ternyata perkiraanya salah, Jepang justru melarang pengibaran bendera Merah Putih dan menuntut warga Gorontalo bersedia tunduk pada Jepang. Nani menolak, tetapi karena tidak kuasa melawan Jepang, Nani meninggalkan Gorontalo. Nani menjadi petani biasa dan hidup sederhana.
Rakyat Gorontalo pendukung Nani Wartabone melakukan mogok masal dan membuat kota seakan menjadi kota mati. Melihat situasi ini Jepang kemudian melakukan fitnah kepadanya. Jepang menfitnah seolah Nani Wartabone menghasut rakyat untuk memberontak kepada Jepang.
Nani Wartabne kemudian ditangkap pada 30 Desember 1943 dan berbagai siksaan dilakukan Jepang. Siksaan yang masih melekat di Rakyat Gorontalo adalah, ketika seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala di pantai di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Utara sekarang. Nani dibebaskan Jepang tanggal 6 Juni 1945, saat kekalahan Jepang oleh sekutu mulai nampak.
Mengalami Siksaan Belanda
Setelah Jepang, Belanda masuk kembali ke Gorontalo dengan memboncengi sekutu. Nani Wartabone merupakan ancaman terbesar belanda. Belanda berpura-pura mengundang Nani untuk berunding di kapal perang sekutu pada 30 November 1945, setelah itu Belanda menawannya.
Nani Wartabone di vonis 15 tahun penjara, dengan tuduhan makar pada tanggal 23 Januari 1942. Selain dipenjara Nani Wartabone mengalami banyak siksaan. Beberapakali berpindah pencaja, terahir di cipinang sampai dia dibebaskan pada 23 Januari 1949.
Melawan Pemberontak
Nani Wartabone kembali ke Gorontalo pada 2 Februari 1950 dan disambut oleh Rakyat Gorontalo. Rakyat menginginka Nani sebagai kepala pemrintahan kembali. Namun Nani menolak bentuk pemerintahan RIS (Republik Indonesia Seriakt) waktu itu. Menurutnya, RIS hanyalah pemerintahan boneka yang diinginkan Belanda agar Indonesia tetap terpecah dan mudah dikuasai lagi.
Nani Wartabone terusik ketika PRRI/ PERMESTA mengambil alih kekuasaan di Gorontalo setelah Letkol Vantje Sumual dan kawan-kawannya memproklamasikan pemerintahan PRRI/PERMESTA di Manado pada bulan Maret 1957.
Tetapi pasukan Nani Wartabone kalah dari pemberontak dari segi persenjataan. Faktor tersebut ia bersama keluarga dan pasukannya terpaksa masuk keluar hutan sekadar menghindar dari sergapan tentara pemberontak. Saat bergerilya inilah, pasukan Nani Wartabone digelari “Pasukan Rimba”.
Berbagai cara dilakukan Nani Wartabone agar bisa mendapat bantuan senjata dan pasukan dari Pusat. Baru pada bulan Ramadhan 1958 datang bantuan pasukan tentara dari Batalyon 512 Brawijaya yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal dan pasukan dari Detasemen 1 Batalyon 715 Hasanuddin yang dipimpin oleh Kapten Piola Isa. Berkat bantuan kedua pasukan dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan inilah, Nani Wartabone berhasil merebut kembali pemerintahan di Gorontalo dari tangan PRRI/PERMESTA pada pertengahan Juni 1958.
Penghargaan
Nani Wartabone meninggal dunia saat Adzan Shalat Jum’at berkumandang pada 3 Januari 1986, sebagai seorang petani di desa terpencil, Suwawa, Gorontalo.
Beliau mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Megawati Soekarnoputri saat peringatah hari pahlawan tahun 2003. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003. (Novi Setiaji Panuntun, Ketua Pemuda Muhammadiyah Kab. Magelang)
Sumber : id.wikipedia.org, Merdeka.com, Sangpencerah.id, Chanel Youtube Kajianmu Mgl (NANI WARTABONE (1907-1986) PAHLAWAN NASIONAL GORONTALO oleh Ust. HM. Nasirudin, MA)