Suryagemilangnews.com, Bulan Muharram memang menarik untuk selalu dikaji, selain sebagai awal bulan pada kalender Islam, dikarenakan banyak kaum Muslimin memiliki pemahaman dan amalan yang beragam kaitan bulan tersebut. Masyarakat juga memiliki budaya dan tradisi untuk menyambut datangnya bulan muharram dan tahun baru Islam.
Kita bisa melihat tradisi tabuik di Sumatera Barat, tabuik adalah upacara arak-arakan dan melarung tabuik (benda berbentuk menara) ke laut. Awal mulanya itu merupakan perayaan yang dilakukan kaum Syiah, tapi sekarang sudah menjadi tradisi masyarakat setempat. Daerah lain yang merayakan adalah Yogyakarta, yang dilaksanakan malam 1 muharram yang disebut labuhan, yaitu upacara dengan sesajen yang khususkan untuk ratu pantai selatai (Nyai Roro Kidul) dengan cara melarungnya.
Ditengah masyarakat juga banyak pemahaman, agar tidak menikah pada tanggal 1 Muharram karena akan membawa sial. Tentunya ini pemahaman yang tidak benar, karena bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang suci berdasarkan firman Allah swy:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”(Q.S. At-taubah : 36).
Bukan hanya budaya diatas, bahkan melihat adanya keutamaan bulan Muharram, terdapat hadits palsunyang menggambarkan keutamannnya. Seperti hadits yang artinya: ” “Barangsiapa yang berpuasa pada hari ke-10 bulan Muharram, niscaya Allah akan mencatat baginya (pahala) ibadah 60 tahun” (HR. Habib bin Abi Habib)
Melihat kasus diatas, lantas apa saja keutamaan dan amalan-amalan di bulan Muharram sesaui ajaran islam?
Pertama, Muharram adalah salah satu bulan yang Haram (suci)
Berdasarkan Hadits Rasulullah saw:
“Dan sesungguhnya waktu itu beredar menurut aturannya yaitu saat Allah menciptakan langit dan bumi, dan sesungguhnya bilangan bulan (qamariyah) disisi Allah itu ada dua belas bulan di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan berurutan dan bulan Rajab tergabung (dengan bulan Sya’ban yang kadang-kadang disebut Rajabani) diantara bulan Jumada (akhirah) dan Sya’ban.”
Berdasarkan Hadits diatas menjelaskan bahwa empat bulan haram itu adalah : Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.
Kedua, Puasa Sunnah pada bulan Muharram (asyura) dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu.
عَنْ أَبِي قّتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلعم عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ والْبَقِيَةَ، وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ:يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ (رواه الجماعة إلا البخارى والترمذى)
Artinya: Dari Qotadah ra. Ia berkata:Rasulullah SAW. pernah ditanya tentang puasa pada hari Arafah, beliau menjawab:Puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang. Dan beliau ditanya lagi tentang puasa Asyura, maka beliau menjawab: Puasa Asyura dapat menghapus dosa yang lalu”. (HR. al-Jama’ah, kecuali al-Bukhori dan at-tirmidzi)
Puasa sunnah di bulan Muharram (puasa asyura), merupakan amalan yang dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu. Puasa ini dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram sesuai dengan Hadits Nabi saw:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ يَوْمُ الْعَاشِرِ (الترمذى:الصوم عن رسول الله:ماجاء عاشوراء اى يوم هو)
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata; Rasulullah saw. Memerrintahkan puasa Asyura pada hari kesepuluh”. (HR at-Tirmidzi, Kitab ash-Shaum ‘an Rasulillah, Bab Maa Jaa Asyura ayyu yaumin hua)
Meskipun Rasulullah saw memerintahkan tanggal 10, tetapi Beliau saw, berkeinginan untuk memulai puasa tanggal 9 Muharran (puasa tasu’a), karena ingin menyelusihi Yahudi dan Nasrani, meskipun belum terlaksana karena Beliu saw wafat.
Adapun puasa Tasu’a dijelaskan dalam beberapa hadits diantaranya;
- Hadits riwayat Ibnu Abbas
قَالَ: حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَالنَصَارَى، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم :”فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ، فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهْ صلعم (رواه مسلم وأبو داود)
Artinya:”Dari ibnu Abbas ra. Ia berkata: Ketika Rasulullah SAW. berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh para Shahabatnya juga berpuasa, maka mereka berkata: Wahai Rasulullah SAW. hari Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani. Maka Rasululllah SAW. bersabda; Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Muslim dan Abu Dawud)”.
- Hadits riwayat Ibnu Abbas
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ الْيَوْمَ التَّاسِعَ
(إبن ماجه:الصيام:صيام يوم عاشوراء)
Artinya: Ia (Ibnu Abbas berkata); Rasulullah saw bersabda: Seandainya aku (Rasulullah) masih hidup sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan”. (HR Ibnu Majah, Kitab ash-Shiyam, Bab Shiyam yaumi Asyura)
Kedua hadits diatas menunjukkan bahwa Rasulullah saw, berniat untuk berpuasa pada tanggal 9 muharram tahun depan, tetapi belum terlaksana.
Puasa Tasu’a dan Puasa Asyura
Puasa Tasu’a adalah puasa pada tanggal 9 Muharram (sebelum Asyura). Dikarenakan Nabi saw berniat untuk berpuasa tanggal 9 Muharram, maka puasa di bulan Muharram terdapat tiga cara, yaitu
- Puasa pada tanggal 9, 10, 11 Muharram
- Puasa pada tangal 9 dan 10 Muharram
- Puasa pada tanggal 10 Muharram
Kaum Muslimin dapat memilih beberapa cara puasa asyura tersebut. Cara puasa asyura diatas adalah pendapat para ulama yang berdasarkan pada dalil-dalil yang kuat. Hendanya kaum Muslimin menghindari perayaan yang tidak ada dasar hukumnya dalam Islam. (NSP)
Sumber: Muhammadiyah.or.id, Suaramuhammadiyah.id,