Jebakan Dunia
Oleh: Syahrul
Di dalam buku, “Mustahil Miskin; Lepas dari Kemiskinan dalam 30 Hari,” yang ditulis oleh Lukmanulhakim menjelaskan bahwa ada tiga jebakan dunia yang sangat berbahaya namun, jarang disadari. Bahayanya karena tidak disadari akan bahayanya.
Banyak kita saksikan secara kasat mata ada orang yang kita anggap beruntung dengan segala kekayaan dan fasilitas hidup yang dimiliki. Kita takjub dan terkadang berandai-andai bisa seperti itu. Namun seandainya, kita mau sedikit menelisik lebih dalam dan mendengarkan apa yang terjadi, tentu faktanya berkata lain. Masih ingat kasus narkoba yang menjerat orang yang kita anggap memiliki uang tanpa limit?
Sebagaimana dulu, banyak yang memuji dan bermimpi ingin seperti Qarun yang lagi pamer harta. Lalu terbelalak matanya setelah Allah menenggelamkannya ke bumi. Lenyap dalam gelab. Menyisakan cerita tak sedap untuk ditiru.
Apa saja jebakan dunia ini? Jebakan pertama adalah SIBUK TIADA HENTI. Pernah berada dalam kondisi seperti ini? Pekerjaan datang silih berganti tanpa henti. Dari satu rapat atau meeting ke rapat selanjutnya. Dari satu deadline ke deadlien berikutnya. Hari-hari menjadi sibuk dan terasa kurang. Pergi pagi pulang malam. Tiba di rumah sudah lelah. Keluarga dan ibadah hanya menggunakan sisa-sisa waktu. Bahkan ada yang melupakannya. Namun, apa yang kita kejar bukannya semakin mendekat tapi makin menjauh. Jauh.
Awas ini jebakan dunia. Cobalah untuk mengubah kompas hidup kita. Berhenti sejenak. Mulai mendekat dan menunaikan kewajiban full energi. Shalat di awal waktu. Mulai merutinkan diri membaca Al-Qur’an. Sekali-kali melaksanakan shalat-shalat nafilah/sunah. Utamakan Allah.
Saya teringat nasihat seorang guru, “Jika pekerjaanmu melalaikanmu dari melaksanakan kewajibanmu, maka Allah akan selalu menyibukkanmu di waktu-waktu menjelang shalat. Ada saja pekerjaan yang datang. Sebentar lagi, ah, setelah ini selesai. Lalu shalat kita lakukan di ujung-ujung waktu. Atau bahkan sudah tidak sempat? Bencana. Sibuk tiada henti.
Kedua, KURANG TIADA CUKUP. Mengejar kesenangan dunia ibarat meminum air laut. Semakin diminum semakin haus. Atau mengejar bayangan sendiri. Semakin dikejar semakin lari. Yang ada hanya capek. Bukan bahagia. Yang punya sepeda ingin punya motor, yang bermotor ingin bermobil, dst. Tumpukan keinginan tanpa tepi. Tidak salah berkeinginan, bercita-cita tinggi yang penting selalu ada Allah menjadi motivasi utama.
Cobalah kita awali dengan bersyukur. Duh, Gusti. Betapa kayanya kita ini. Betapa Allah telah memberikan kita banyak kenikmatan. Harga oksigen berapa saat ini? Toh, jika kita mampu beli, kemungkinan barangnya tidak ada. Langka. Berapa harga mata kita? Mau dijual berapa? Tangan, kaki, telinga, dll. Nggak akan bisa kita menuliskannya meski lautan menjadi tintanya.
Seorang raja ketika ditanya oleh pelayanannya, “Wahai Tuan, seandainya tidak ada lagi makan dan minum di dunia ini selain 1 gelas air yang ada di tangan saya, bagaimana anda akan mendapatkannya?” Sang raja menjawab, “Saya akan membeli segelas air itu dengan seluruh kerajaan yang saya miliki.”
See! Berapa harga kerajaan?
Jebakan ketiga, RUGI TIADA UNTUNG. Sesungguhnya apa yang kita uber-uber di dunia ini tidak akan menguntungkan kita. Hakikat harta kita adalah apa yang kita makan lalu menjadi kotoran. Apa yang kita pakai menjadi usang. Dan apa yang kita sedekahkan menjadi teman abadi. Sementara apa yang kita tinggalkan menjadi rebutan ahli waris.
Harta yang didapatkan dengan mengabaikan perintah dan larangan Tuhan hanya akan mendatangkan kerugian. Mungkin bayaran meningkat, karir melejit, posisi semakin mentereng, namun anak-anak sakit, pasangan hidup selingkuh, rumah tangga berantakan. Sebuah harga yang harus dibayar. Rugi tiada untung.
Mari melihat dunia ini dengan cara pandang Allah dan Rasul-Nya. Dunia ini hanya tempat sementara untuk mengumpulkan bekal menuju kehidupan yang abadi. Cara pandang kita atau worldview kita menentukan langkah kita di dunia. Nabi pernah mengingat kita bahwa hakikat kekayaannya adalah kaya hati. Innal-ghina, ghinan-nafs. Dan hati adalah raja seluruh gerak tubuh kita. Alaa wahiyal-qalb. Wallahualam.
Syahrul. Penulis Buku Recharge your Iman, Sekreataris Majelis Pendidikan Kader PDM Kab. Magelang,