SURYAGEMILANGNEWS.COM, SIDOARJO – Sudah banyak kisah yang tertulis tentang kecintaan warga Muhammadiyah terhadap persyarikatannya. Namun, mungkin saja ada lebih banyak dari yang telah dituliskan dan di ekspos. Baik dari kalangan laki-laki ataupun perempuan, muda ataupun tua.
Seperti yang dilakukan oleh seorang perempuan tangguh yang tinggal di sebuah desa asal Sidoarjo. Sosok hebat dan dermawan yang pernah dimiliki oleh Pimpinan Ranting (PR) Aisyiyah Kalipecabean, Kecamatan Candi, Sidoarjo.
Bu Cholisun begitu sapaan akrabnya. Merupakan perempuan hebat yang dilahirkan oleh Aisyiyah. Dalam kesehariannya, Ia membantu sang suami Pak Kardu mengelola bengkel sepeda milik sendiri. Nama bengkelnya pun unik, dari bahasa Jawa “Arto Moro”. Di bahasa Indonesia berarti “Uang Datang”. Sesuai dengan nama tersebut, harapannya kehadiran bengkel dapat menghasilkan pundi-pundi rizki yang berkah. Dari sebuah bengkel itulah, kisah perempuan hebat ini dimulai.
Setiap hari bengkel Arto Moro ramai dikunjungi pelanggan untuk sekedar memperbaiki atau servis motor. Bengkel yang terletak di Desa Kaliampoh RT. 18 RW. 04, Kecamatan Candi, Sidoarjo, cukup strategis. Selain berada tepat di timur Balai Desa Kalicabean, Arto Moro menjadi satu-satunya bengkel di jalan utama Candi-Kedungpeluk.
Selain membuka jasa perbengkelan, Bu Cholisun dan Pak Kardu mencukupi kebutuhan hidupnya juga dengan budidaya Lele. Mereka berbagi tugas, Pak Kardu bertanggung jawab mengurus kolam lele yang berada di belakang rumah mereka, sedangkan Bu Cholisun fokus dengan menjaga bengkel.
Dari bengkel Arto Moro itulah menjadi saksi bisu cerita kedermawanan Bu Cholisun. Kerja keras keduanya dalam hal pekerjaan, bukan semerta-merta menumpuk harta untuk kekayaan pribadi. Mereka selalu menggenggam erat petuah Kyai Ahmad Dahlan.
“Carilah sekuat tenaga harta yang halal, jangan malas. Setelah mendapat pakailah untuk kepentingan dirimu sendiri dan anak istrimu secukupnya, jangan terlalu mewah. Kelebihannya didermakan di jalan Allah”.
Nasihat Kyai Dahlan cukup relevan jika diamalkan oleh kader dan anggota Muhammadiyah. Kata-kata tersebut menancap kuat di ingatan Bu Cholisun dan Pak Kardu. Barangkali karena itulah kehidupan mereka dibalut dengan kesederhanaan.
Uang yang dihasilkan dari bengkel Arto Moro mereka kumpulkan. Ditabung selama bertahun-tahun hanya untuk meraih cita-cita yang begitu mulia. Bukan membeli mobil atau membangun rumah, bukan pula untuk berangkat haji atau umroh. Mereka berdua hanya menginginkan Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah Kalipecabean memiliki masjid sendiri.
Cita-cita Bu Cholisun bukan sekedar gantungan di langit-langit. Ia memang menggantungkannya setinggi langit. Berkat usaha yang kuat serta iringan doa yang terpanjat. Ia tidak ragu sedikitpun membelanjakan uang tabungannya untuk membeli tanah seluas 887 m2. Tanah tersebut terletak di Komplek Griya Amarta Permai, Kalipecabean, Kecamatan Candi. Ia wakafkan untuk kepentingan persyarikatan, yakni untuk membangun masjid, TPQ, dan TK ‘Aisyiyah.
Selama ini Ranting Kalipecabean memang belum memiliki masjid sendiri. Ada sebuah masjid milik desa yang dikelola oleh kader Muhammadiyah. Namun karena adanya perbedaan, seringkali terjadi gesekan dengan golongan lain. Karena itulah Bu Cholisun secara sadar, merasa penting sekali Ranting Kalipecabean miliki masjid sendiri. Selain meminimalisir gesekan juga untuk meredam konflik agar tak melebar.
Tanah milik Bu Cholisun yang diwakafkan pun menemui lika-liku kisah. Pernah suatu saat, sertifikat tanah dijaminkan untuk modal usaha dan takdir telah mengubah jalan kisah. Naasnya, Pak Kardu mengalami kecelakaan dan sempat sakit dalam waktu yang cukup lama.
Kondisi tersebut sempat membingungkan Bu Cholisun. Ia berniat melelang sertifikat tanah miliknya untuk membiayai pengobatan suaminya. Namun, niat dan perbuatan baik Bu Cholisun dibalas oleh Allah melalui salah satu anggota keluarganya. Saudara beliau bersedia membantu menebus sertifikat tanah tersebut dari bank.
Seiring waktu, Pak Kardu sembuh dari sakitnya. Mereka berdua kemudian kembali dengan rutinitas biasanya. Budidaya Lele dan bengkel Arto Moro dibuka kembali. Tak pernah alfa mengikuti kajian di ranting dan cabang Aisyiyah di daerahnya.
Tak lupa Bu Cholisun sedikit demi sedikit menyicil dan melunasi sertifikat yang telah ditebus oleh saudaranya.
Hingga pada akhirnya, Ia memutuskan mewakafkan tanahnya kepada Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan demikian, Ia tak perlu lagi menjaminkan sertifikat tanah untuk kebutuhan mendadak.
Hal itu mengundang perhatian Ketua Aisyiyah Cabang Candi Yekti Pitoyo. Melalui komunikasi WhatsApp, Ia menyebutkan bahwa tengah membantu menyelesaikan proses balik nama sertifikat tanah. Balik nama dilakukan dari wakif Bu Cholisun menjadi atas nama Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“Saya sangat terharu dan merasa bangga dengan Bu Cholisun, pekerja keras dan dalam kesederhanaan hidupnya memiliki cita-cita yang luhur. Mengupayakan Persyarikatan memiliki masjid Muhammadiyah dan AUM agar bisa beribadah sesuai tuntunan. Mewakafkan tanah sebagai hartanya yang berharga, bukan karena kondisi ekonomi yang berlebih tapi karena ingin beramal,” kata Yekti Pitoyo. (bal)