Dalam beberapa bulan terakhir ruang medsos milik Muhammadiyah dibanjiri berita tentang Musyawarah Pimpinan ataupun pelantikan mulai dari tingkat Wilayah sampai Ranting baik itu Muhammadiyah, Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah dan Nasyitul Aisyiyah ataupun organisasi otonom yang lainnya. Kegiatan semacam ini sangatlah wajar, karena pasca muktamar kemudian serentak seluruh pimpinan Muhammadiyah dan ortomnya mulai dari Wilayah sampai Ranting akan berbenah regenasi kepemimpinan.
Foto-foto kegiatan yang banyak beredar di media sosial, menandakan antusias para pengurus maupun jamaah Muhammadiyah yang mengikutinya. Pimpinan yang baru senyum “sumriah” tak ketinggalan dengan pengurus yang sudah purna semua menyatu dalam kehangatan bermuhammadiyah. Dalam bermuhammadiyah mendapat jabatan ataupun tidak, tak menjadi soal, karena ada budaya tak tertulis di Muhammadiyah yaitu “dilarang meminta jabatan tetapi kalau diberi jangan menolak”. Inilah yang membedakan Muhammadiyah dengan organisasi kemasyarakatan yang lain ataupun parpol yang biasanya identik dengan saling berebut jabatan bahkan saat pergantian pengurus harus diakhiri dengan suasana ricuh, saling berkelahi bahkan lempar kursi karena tak dapat jabatan.
Para Peneliti Tertarik Dengan Muhammadiyah
Banyak orang terpesona dengan cara jamaah Muhammadiyah dalam menjalankan roda organisasi. Tak ketinggalan seorang Mardigu Wowiek Prasantyo atau dikenal sebagai bossman yang malang melintang menjadi pembicara dibeberapa stasiun televisi nasional ataupun swasta takjub melihat Muhammadiyah, sehingga membuat ulasan pendek tentang Muhammadiyah di channel youtubenya. Mardigu menjelaskan bahwa Muhammadiyah menjadi organisasi nonprofit terbesar di dunia dengan memiliki kekayaan sebesar 400 Triliun, luas tanah wakaf seluas 20 juta meter persegi atau 4 kali pulau Bali. Bahkan Muhammadiyah memiliki 364 Rumah Sakit, 384 panti asuhan, 356 Pondok pesantren, 20.198 Masjid, 22.000 Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar, 3200 Sekolah Menengah, 164 Perguruan Tinggi. Inilah prestasi Muhammadiyah bahkan sampai sekarang belum ada person atau organisasi yang memiliki amal usahanya sebanyak Muhammadiyah.
Di sisi lain para intelektual Internasional juga tertarik melakukan riset dan berdiskusi mengkaji organisasi Muhammadiyah. Contohnya saja Profesor Mitsuo Nakamura peneliti dari Universitas Chiba University Jepang. Nakamura melakukakan penelitian untuk mendapatkan gelar PhD nya di Cornell University Amerika serikat. Disertasinya yang berjudul The crescent arises over the banyan tree: a study of the Muhammadijah movement in a Central Javanese town kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “Bulan sabit muncul dari pohon beringin: Studi tentang pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Yogyakarta”. Isi disertasinya tersebut antara lain (1) Muhammadiyah sebagai gerakan agama, yaitu gerakan pemurnian ajaran Islam dari budaya yang berasal dari luar Islam. (2) Muhammadiyah sebagai gerakan sosial, yaitu Muhammadiyah aktif dalam aktivitas sosial dalam bentuk amal usaha bidang kesehatan, dan bidang pendidikan. (3) Muhammadiyah sebagai gerakan ideologi, yaitu sikap Muhammadiyah tidak menolak budaya Jawa, tetapi menyaring intisari dari ajaran Islam dari budaya Jawa, sehingga muncullah yang disebut Islam Jawa.
Selanjutnya, Seorang profesor antroprologi sekaligus pengamat Islam asal Boston University Amerika Serikat yaitu Robert Hefner pernah mengajukan Muhammadiyah untuk meraih nobel perdamaian pada tahun 2019. Meski gagal, Robert Hefner mengaku tidak menyesal. Menurutnya, Muhammadiyah menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan amal agamis yang sukses. Profesor Hefner menyakini, negara yang paling berhasil mengembangkan format pendidikan Islam yang terefektif, terkini dan paling Islami dalam arti modern adalah Indonesia melalui Muhammadiyah. Hefner juga memuji Muhammadiyah yang konsisten dalalam menerapkan politik Moril, politik yang fair dan politik yang seimbang dan inklusif .
Kyai Mujtahid, Kyai Mujadid, dan Kyai Mujahid
Kebesaran nama Muhammadiyah pada masa kini tidak akan pernah lepas dari sosok KH Ahmad Dahlan, yang merupakan pemrakarsa berdirinya organisasi besar ini. Berasal dari kampung kecil Kauman Yogyakarta. Motivasi untuk mendirikan organisasi ini timbul dari kegelisahan KH Ahmad Dahlan saat melihat kondisi umat Islam pada masa itu yang umumnya terbelakang, minim pengetahuan, hidup dalam kemiskinan, dan terdampak oleh praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti TBC (Tahayul, Bid’ah, dan Churofat).
Dengan tekad yang kuat, KH Ahmad Dahlan kemudian mengambil langkah-langkah nyata untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Langkah-langkah ini menjadi pembeda dengan para Kyai pada masanya. Sebagian besar dari para Kyai di zamannya lebih fokus pada pengajian agama dan mencari pengaruh untuk menarik lebih banyak jamaah, serta mendirikan pondok pesantren yang seringkali dikelola oleh keluarga mereka sendiri.
Melalui pendekatan yang berbeda, KH Ahmad Dahlan merancang Muhammadiyah sebagai wadah untuk memperbaiki pendidikan, moralitas, ekonomi, dan kesejahteraan umat Islam. Inilah yang kemudian menjadikan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, yang terus berperan dalam pembangunan sosial dan pendidikan hingga hari ini.
Melihat sejarah dan langkah-langkah yang diambil oleh KH Ahmad Dahlan dalam upayanya menyelesaikan masalah umat Islam dan bangsa dengan mendirikan Muhammadiyah, maka pantas jika dijuluki sebagai “Kyai 3 M,” yang mencakup peran beliau sebagai Kyai Mujtahid, Kyai Mujadid, dan Kyai Mujahid.
Kyai Mujtahid (Pemikir Ulung): KH Ahmad Dahlan dapat dijuluki sebagai Kyai Mujtahid karena beliau adalah seorang pemikir ulung yang merumuskan pemahaman Islam yang relevan dengan zaman dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Islam pada masanya. Ahmad Dahlan merancang pendidikan yang memadukan pendidikan agama dengan pendidikan modern untuk mengejar ketertinggalan Islam dari barat. Berawal dari ruang tamu rumahnya berukuran 2,5 x 6 meter dengan tiga meja serta bangku seadanya. Muridnya pun tak banyak pada waku itu hanya sekitar sembilan orang kemudian lama lama bertambah. Pelajarannya pun tak hanya agama namun ada pelajaran umum bahkan ada Pelajaran musik ala barat. Walau awal berdirinya sempat ditentang banyak orang, namun lambat laun banyak orang yang mendukung langkah KH Ahmad Dahlan untuk mengintegrasikan antara ilmu agama dengan ilmu umum atau sains. Salah satu sekolah yang didirikan KH Ahmad Dahlan adalah Madrasah Muallimin dan Muallimaat di Yogyakarta.
Kyai Mujadid (Pembaru Islam): KH Ahmad Dahlan juga pantas disebut sebagai Kyai Mujadid karena beliau menjadi agen perubahan dalam masyarakat Islam pada waktu itu. Contohnya adalah dalam mendirikan organisasi Muhammadiyah terinspirasi dari surat Ali Imran : 103 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. Dalam mendirikan panti asuhan yatim juga terinspirasi surat al Maun. Pada zaman itu belum ada kyai yang sanggup mengejawantahkan isi al Quran seperti KH Ahmad Dahlan. Selain itu berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai Islam yang murni dan menjauhkan masyarakat dari praktik tahayul, bid’ah dan churofat yang dianggap menyimpang. Sebagai pembaru Islam, KH Ahmad Dahlan memberikan inspirasi dan arahan baru bagi umat Islam.
Kyai Mujahid (Pejuang Islam): KH Ahmad Dahlan juga dapat disebut sebagai Kyai Mujahid karena beliau adalah seorang pejuang Islam yang gigih dan berkomitmen. Perjuangan dalam mengajarkan Islam sangat luar biasa. Tak hanya tenaga, waktu dan pikiran saja namun harta benda rela dikeluarkan untuk menopang perjuangannya. Kejadian bermula ketika sekolah yang dibangunnya tidak mampu untuk membayar gaji guru sekitar 300 sampai 400 gulden. Akhirnya beliau memanggil pengurus Muhammadiyah untuk mencatat apa saja barang yang ada di dalam rumahnya untuk dijual guna membayar gaji guru. Meja, kursi, bangku, kaca tembok, jam tembok, surban, baju, jas, sarung ia relakan untuk dijual. KH Ahmad Dahlan berpesan berapapun hasilnya ia hanya meminta 60 gulden untuk keperluan membayar hutang pribadi. Setelah semuanya terjual terkumpullah uang sejumlah 4000 gulden. KH Ahmad Dahlan hanya mengambil apa yang yang ia minta dan selebihnya diberikan kepada Muhammadiyah untuk membayar gaji guru dan keperluan perjuangan. Kejadian ini membuat KH Ahmad Dahlan tidak memiliki harta benda lagi di rumahnya sehingga , KH Sudja’ salah satu murid KH Ahmad Dahlan mengatakan “seakan-akan KH Ahmad Dahlan bertelanjang diri dan bertelanjang rumah sampai bulat”. Inilah contoh ketulusan KH Ahmad Dahlan mengorbankan semua yang dimiliki untuk perjuangan Islam sehingga membuat kesan yang mendalam bagi murid dan orang yang membaca sejarahnya.
Jadi, julukan “Kyai 3 M” memang sangat sesuai untuk menggambarkan peran dan kontribusi KH Ahmad Dahlan dalam menyelesaikan masalah umat Islam dan bangsanya melalui pendirian Muhammadiyah, yang mencakup peran sebagai seorang pemikir ulung, pembaru Islam, dan pejuang Islam.
*Kader Muhammadiyah Ranting Ngawen Muntilan Magelang